Nafas Hidup Bernama Kreatifitas

~ Kamis, 03 Juni 2010

Nafas Hidup Bernama Kreatifitas

Djali Gafur


Judul Buku: Proses Kreatif " Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang" (Jilid I)

Editor:Pamusuk Eneste

Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Cetakan: Juni 2009

Tebal:xiv + 258

Perkenalan peradaban manusia dengan dunia tulis-menulis sudah berlangsung semenjak pertama kali manusia (mesir kuno) mengenal tulisan atau 4000 tahun SM. Digunakanya tulisan sebagai media komunikasi menandai peralihan zaman. Peradaban manusia memasuki era baru dari zaman prasejarah menuju zaman sejarah. Artinya menulis bukanlah hal baru dan istimewa di zaman kita sekarang ini.

Selintas, menulis adalah perkara mudah. Semua orang pasti pernah melakukannya, menulis sebait kata, sebaris kalimat atau membuat catatan singkat. Bahkan saat ini menulis (penulis) menjadi profesi baru ditengah maraknya industri percetakan dan semakin ramainya tokobuku-tokobuku di serbu pembeli.

Namun, bila ditelisik lebih jauh, berapa banyak dari tulisan yang dihasilkan ternyata hanyalah sambilalu saja, menjadi obrolan sesaat kemudian lenyap, muncul lagi yang lainnya. Karya tersebut tidak mampu memberi arti bagi si penulis maupun si pembaca, keduanya hilang tegelam terseret zaman. Ternyata menulis bukan hanya persoalan menumpakhan rasa dalam bahasa kata-kata (tulisan) namun lebih jauh dari itu menulis atau mengarang merupakan suatu Proses Kreatif.

Lantas, apa itu proses kreatif?

Proses kreatif adalah suatu proses yang mulai kelihatan sejak kecil, sejak kesadaran pertama. Bakat dan pengalaman memegang peranan dalam proses ini. Karena bakat dan pengalaman berkembang dalam usia, maka aspek jasmani tidak boleh ketingalan (Gerson Poyk)

Dalam buku ini, Sebanyak 12 sastrawan Indonesia terkemuka mengisahkan proses kreatifnya, kisah-kisah yang sangat menarik dan inspiratif. Bagaimana Pramoedya menciptakan Perburuan dan keluarga Gelirya? Bagaimana sajak Sitor Situmorang dilahirkan? bagaimana Hamsad Rangkuti menulis cerpen-cerpennya hingga mudah di pahami murid SD kelas lima sekalipun? Bagaimana pergulatan kerasnya hidup Gerson Poyk memberi warna khas dalam karya-karyanya? Bagaimana Sapardi Djoko Damono mengubah sajak-sajaknya yang manis dan seolah bercerita?

Sejalan dengan pendapat Gerson Poyk, Pramoedya menilai proses kreatif sebagai pengalaman pribadi yang sangat pribadi sifatnya, setiap pengarang akan mempunyai pengalaman sendiri dan pengalaman itulah yang mempengeruhi karya-karya yang akan dihasilkan.

Proses tempaan hidup akan menghaluskan insting perasa manusia sehingga dia peka terhadap persoalan-persoalan di sekelilingnya. Mampu meresapi semangat zaman yang sedang dihadapi, menjadikan karya-karya yang dihasilkan memberi warna bagi dirinya pribadi maupun setiap orang yang membacanaya. Suatu proses budaya yang melahirkan Anak-anak ruhani, yang akan menjalani hidupnya sendiri-sendiri, ada yang bertahan ada juga yang lenyap hilang ditelan zaman.

Dalam berkarya menurut Sitor Situmorang, seniman dan satrawan Indonesia sekaligus memilih dan dipilih oleh tema, berbentuk tema-zaman yang mempribadi, yang mencari bentuk. Dalam menulis dan melukis, si penyair dan si pelukis menjadi unsur proses budaya, mewujudkan perpaduan berbagai elemen: rasa, pikiran (ide, ilham), dan bentuk (teknik). Sehingga lahirlah karya.

Buku ini banyak memuat bagaimana proses kreatif itu ditempa dan dibentuk. Pada umumnya mereka semua adalah generasi yang hidup di era yang penuh gejolak. Mulai dari masa Kolonialisme vs Nasionalisme (1940-1942), Fasisme Militerisme Jepang (1942-1945), Revolusi Nasional (1945-1950) sampai masa Kelam (1965-1966). Pengalaman historis inilah yang kemudian memberikan karakter kuat dalam setiap karya-karya yang dihasilkan. Mereka mampu meresapi setiap perubahan zaman, mampu mengambil intisari pergolakan zaman dan kemudian menyemai merubanya menjadi karya-karya yang mengugah.

Pada titik tersebut di mana proses kreatif sudah menyatu dengan si penulis, maka menulis atau mengarang bukan lagi persoalan, bagaimana melahirkan karya namun bagaimana bertahan hidup, bagaimana berdialog, dan bagaimana proses kreatif dimaknai sebagai bentuk keimanan.

Rori Siregar merasa begitu mesra dengan dunianya, menyadari bahwa menulis dan membaca adalah suatu kebutuhan setelah dia mencoba menghentikannya. Berhenti membaca, seakan-akan membuatnya gila. Berhenti menulis terasa menyiksa. Menulis ternyata merupakan kebutuhan yang sukar dia tolak. Sejak itulah dia merasa perlu berdialog dengan siapa saja dan dimana saja. Menulis buat dia adalah alat untuk berdialog.

Sungguh tempaan hidup dan kerja keras, selalu kreatif dalam berkarya telah melahirkan jiwa-jiwa besar. Dalam berkarya dituntut totalitas dan loyalita, karena proses pertemuan dengan kreatifitas tidak terjadi tiba-tiba melaikan memerlukan waktu yang lama bahkan membutuhkan waktu seumur hidup.

Nasjah Djamin begitu lugas mengungkapakan perasaannya, memaknai menulis dan melukis sebagai nafas hidupnya; Saya tidak bisa berbuat lain, menulis dan melukis seperti kebutuhan bernafas untuk hidup kenapa demikian karena dunia menulis dan melukis adalah bumi yang aku kenal, bumi yang lain tidak sempat aku kenal kareana untuk menyelami yang ini saja butuh waktu satu umur manusia.

Kita kemudian sampai pada pemaknaan holistik dari suatu proses kreatif yang diungkapkan Pramoedya Ananta Toer bahwa, kerja kreatif adalah suatu bentuk keimanan. Pulau di mana kawula meleburkan diri pada Gustinya, Pulau di mana waktu berhenti bekerja, dan kerja kreatif di dalamnya merupakan keimanan.

Setidaknya ada tiga pelajaran penting yang dapat kita petik dari buku ini. Pertama, kita bisa mengetahui proses penciptaan karya mereka. Suatu proses alamiah, benturan antara realitas keseharian dengan ide, kemudian dibalut dengan teknik menulis yang baik maka jadilah karya-karya mereka tercatat dalam kesusastraan Indonesia dan dibaca setiap generasi.

Kedua, kita jadi tahu perjuangan mereka melahirkan sebuah karya. Suatu karya tidak lahir dengan tiba-tiba namun melalu proses panjang, penyatuan antara penulis dengan karya yang hendak ditelurkan membuat karya tersebut seakan hidup dan memberi kehidupan untuk si penulis dan si pembaca.

Ketiga, boleh jadi kita mendapat pelajaran dan inspirasi dari proses kreatif mereka. Membaca karya mereka saja sudah mampu menginspirasi setiap pembaca, apalagi bila kita menelisik bagaimana proses karya tersebut lahir, tentunya menjadi lautan inspirasi maha luas yang siap diarungi.


2 komentar:

ario mengatakan...

PERTAMAX...
duh paling ga suka baca buku tebel nih

Unknown mengatakan...

keduaxxxx...
kalau aku lumayan suka bacanya

Posting Komentar

Silahkan komentar sesukamu mumpung gratis.. :)